Sejarah Patologi Sosial
PENGERTIAN, LATAR BELAKANG, DAN SEJARAH PATOLOGI SOSIAL
Taufiq Winarno
Pendahuluan
Zaman pertemuan banyak kebudayaan sebagai hasil dari semakin padatnya
jringan komunikasi daerah, nasional, dan internasional. Amalgamasi
antara bermacam-macam kebudayaan itu kadangkala bisa berlangsung lancer
dan lembut. Tetapi, tidak jarang pula sebagiannya berlangsung melalui
konflik-konflik hebat. Terjadilah konflik-konflik budaya dengan
kemunculan situasi social yang khaotis dan kelompok-kelompok social yang
tidak bisa dirukunkan sehingga mengakibatkan banyak kecemasan,
ketegangan dan ketakutan dikalangan rakyat banyak, yang semuanya tidak
bisa dicernakan dan diintegrasikan oleh individu. Situasi social seperti
ini pada akhirnya mudah mengembangkan tingkah laku patologis/sosiopatik
yang menyimpang dari pola-pola umum. Timbullah kelompok-kelompok dan
fraksi-fraksi ditengah masyarakat yang terpecah-pecah, masing-masing
menaati norma-norma dan peraturannya sendiri, dan bertingkah semau
sendiri. Maka muncullah banyak masalah social, tingkahlaku sosiopatik,
deviasi social, disorganisasi social, disintegrasi social, dan
diferensiasi social. Nlambat laun, hal itu menjadi meluias dalam
masyarakat. Maka dengan tidak mengabaikan factor-faktor manusia dan
psikologisnya, kita akan sedikit mencoba menganalisis terlebih dahulu
pengertian, latar belakang dan sejarah patologi social yang diharapkan
kita mendapatkan gambaran tentang maksud dari konsep patologi social itu
sendiri.
- A. Pengertian Patologi Sosial
Pada awal ke-19 dan awal abad 20-an, para sosilog mendefinisikan
patologi social sebagai semua tingkah laku yang bertentangan dengan
norma kebaikan, stabilitas local, pola kesederhanaan, moral, hak milik,
solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan,
dan hokum formal. Secara etimologis, kata patologi berasal dari kata Pathos yang berarti disease/penderitaan/penyakit dan Logos yang berarti berbicara tentang/ilmu. Jadi, patologi adalah ilmu yang membicarakan tentang penyakit atau ilmu tentang penyakit.[1]
Madsud dari pengertian diatas bahwa patologi adalah ilmu yang
membicarakan tentang asal usul dan sifat-sifatnya penyakit. Konsep ini
bermula dari pengertian penyakit di bidang ilmu kedokteran dan biologi
yang kemudian diberlakukan pula untuk masyarakat karena menurut penulis
google bahwa masyarakat itu tidak ada bedanya dengan organisme atau
biologi sehingga dalam masyarakatpun dikenal dengan konsep penyakit.
Sedangkan kata sosial adalah tempat atau wadah
pergaulan hidup antar manusia yang perwujudannya berupa kelompok
manusia atau organisasi yakni individu atau manusia yang berinteraksi /
berhubungan secara timbal balik bukan manusia atau manusia dalam arti
fisik. Tetapi, dalam arti yang lebih luas yaitu comunity atau
masyarakat. Maka pengertian dari patologi social adalah ilmu tentang
gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit” disebabkan oleh faktor-faktor
sosial atau Ilmu tentang asal usul dan sifat-sifatnya, penyakit yang
berhubungan dengan hakekat adanya mnusia dalam hidup masyarakat.
Sementara itu menurut teri anomi bahwa patologi sosial adalah suatu
gejala dimana tidak ada persesuaian antara berbagai unsur dari suatu
keseluruhan, sehingga dapat membahayakan kehidupan kelompok, atau yang
sangat merintangi pemuasan keinginan fundamental dari anggota
anggotanya, akibatnya pengikatan social patah sama sekali. ( Koe soe
khiam. 1963 ).
- B. Sejarah dan latar belakang Patologi Sosial
Manusia sebagai makhluk yang cenderung selalu ingin memenuhi
kebutuhan hidupnya telah menghasilkan teknologi yang berkembang sangat
pesat sehingga melahirkan masyarakat modern yang serba kompleks, sebagai
produk dari kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan
urbanisasi, dll.[2]
Hal ini disamping mampu memberikan berbagai alternative kemudahan bagi
kehidupan manusia juga dapat menimbulkan hal-hal yang berakibat negatif
kepada manusia dan kemanusiaan itu sendiri yang biasa disebut masalah
sosial. Adanya revolusi industri Menunjukan betapa cepatnya perkembangan
ilmu-ilmu alam dan eksakta yang tidak seimbang dengan berkembangnya
ilmu-ilmu sosial telah menimbulkan berbagai kesulitan yang nyaris dapat
menghancurkan umat manusia. Misalnya, Pemkaian mesin-mesin industri di
pabrik-pabrik, mengubah cara bekerja manusia yang dulu memakai banyak
tenaga manusia sekarang diperkecil, terjadinya pemecatan buruh sehingga
pengangguran meningkat (terutama tenaga kerja yang tidak terampil),
dengan timbulnya kota-kota industri cenderung melahirkan terjadinya
urbanisasi besar-besaran. Penduduk desa yang tidak terampil dibidang
industri mengalir ke kota-kota industri, jumlah pengangguran di kota
semakin besar, adanya kecenderungan pengusaha lebih menyukai tenaga
kerja wanita dan anak-anak (lebih murah dan lebih rendah upahnya). Pada
akhirnya, keadaan ini semakin menambah banyaknya masalah kemasyarakatan
(social problem) terutama pada buruh rendah yang berkaitan dengan
kebutuhan sandang pangannya seperti, perumahan, pendidikan, perlindungan
hokum, kesejahteraan social, dll. Kesulitan mengadakan adaptasi dan adjustment menyebabkan
kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik. Baik yang bersifat
internal dalam batinnya sendiri maupun bersifat terbuka atau
eksternalnya sehingga manusia cenderung banyak melakukan pola tingkah
laku yang menyimpang dari pola yang umum dan melkuikan sesuatu apapun
demukepentingannya sendiri bahkan cenderung dapat merugikan orang lain.
Sejarah mencatat bahwa orang menyebut suatu peristiwa sebagai
penyakit social murni dengan ukuran moralistic. Sehiongga apa yang
dinamakan dengan kemiskinan, pelacuran, alkoholisme, perjudian, dsb
adalah sebagai gejala penyuakit social yang harus segera dihilangkan
dimuka bumi. Kemudian pada awal abad 19-an sampai awal abad 20-an, para
sosiolog mendefinisikan yang sedikit berbeda antara patologi social dan
masalah social[3].
Masalahnya adalah kapan kita berhak menyebutkan peristiwa itu sebagai
gejala patologis atau sebagai masalah social? Menurut kartini dalam
bukunya “patologi social” menyatakan bahwa orang yang dianggap kompeten
dalam menilai tingkah laku orang lain adalah pejabat, politisi,
pengacara, hakim, polisi, dokter, rohaniawan, dan kaum ilmuan dibidang
social. Sekalipun adakalanya mereka membuat kekeliruan dalam membuat
analisis dan penilaian tehadap gejala social, tetapi pada umumnya mereka
dianggap mempunyai peranan menentukan dalam memastikan baik buruknya
pola tingkah laku masyarakat. Mereka juga berhak menunjuk aspek-aspek
kehidupan social yang harus atau perlu diubah dan diperbaiki.
Ada orang yang berpendapat bahwa pertmbangan nilai (value, judgement,
mengenai baik dan buruk) sebenarnya bertentangan dengan ilmu
pengetahuan yang objektif sebab penilaian itu sifatnya sangat subjektif.
Larena itu, ilmu pengetahuan murni harus meninggalkan
generalisasi-generalisasi etis dan penilaian etis (susila, baik dan
buruk). Sebaliknya kelompok lain berpendapat bahwa dalam kehidupan
sehari-hari, manusia dan kaum ilmuan tidak mungkin tidak menggunakan
pertimbnagan nilai sebab opini mereka selalu saja merupakan keputusan
yang dimuati dengan penilaian-penilaian tertentu.
Untuk menjawab dua pendirian yang kontroversial tersebut, kita dapat
meninjau kembali masalah ini secara mendalam dari beberapa point yang
disebutkan oleh Kartini Kartono dalam bukunya yang berjuduk Patologi
social, sebagai berikut:
- ilmu pongetahuan itu sendiri selalu mengandung nilai-nilai tertentu. Hal ini dikarenakan ilmu pengetahuan menyangkut masalah mempertanyakan dan memecahkan lesulitan hidup secara sistematis selalu dengan jalan menggunakan metode dan teknik-teknik yang berguna dan bernilai. Disebut bernilai karena dapat memenuhi kebutuhan manusiawi yang universal ini, baik yang individual maupun social sifatnya, selalu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang bernilai.
- ada keyakinan etis pada diri manusia bahwa penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan modern untuk menguasai alam (kosmos,jagad) sangatlah diperlukan demi kesejahteraan dan pemuasan kebutuhan hidup pada umumnya. Jadi ilmu pengetahuan dengan sendirinya memiliki system nilai. Lagi pula kaum ilmuan selalu saja memilih dan mengembangkan usaha/aktivitas yang menyangkut kepentingan orang banyak. jadi memilih masalah dan usaha yang mempunyai nilai praktis.
- falsafah yuang demokratis sebagaimana tercantum dalam pancasila menyatakan bahwa baik individu maupun kelompok dalam masyarakat Indonesia, pasti mampu memformulasikan serta menentukan system nilai masing-masing dan sanggup menentukan tujuan serta sasaran yang bernilai bagi hidupnya.
Seperti apa yang dikatakan george lundberg salah seoreang tokoh
sosiolog yang dianggap dominan terhadap aliran neo-positivisme dalam
sosiologi menyatakan bahwa ilmu peneteahuan itu bersifat otoriter,
karena itu ilmu pengetahuan mengandung dan harus memilki moralitas
ilmiah atau hokum moral yang conform dan seimbang dengan hokum alam. Dan
diperkuat oleh C.C. North, seorang sosiolog lain dalam bukunya Soial
Problems and Social Planning, menyatakan bahwa dalam usaha pencapaian
tujuan dan sasaran hidup yang bernilai bagi satu kebudayaan atau satu
masyarakat, harus disertakan etik social guna menentukan cara pencapaian
sasaran tadi. Jadi, cara atau metode pencapaian itu secara etis-susila
harus bisa dipertanggungjawabkan[4]
sebab manusia normal dibekali alam dengan budidaya dan hati nurani
sehingga ia dianggap mampu menilai baik dan buruknya setiap peristiwa.
Adapun Istilah / konsep lain untuk patologi social adalah, Masalah
social, disorganisasi sosial / social disorganization / disintegrasi
social, sosial maladjustment, Sociopathic, Abnormal, Sociatri.
Tingkah laku sosiopatik jika diselidiki melalui pendekatan (approach), sebagai berikut:
1) Approach Biologis
Pendekatan biologis tentang tingkahlaku sosiopatik dalam biologi biasanya terfokus pada bagian genetik.
- Patologi itu menurun melalui gen / plasma pembawa sifat di dalam keturunan, kombinasi dari gen-gen atau tidak adanya gen-gen tersebut
- Ada pewaris umum melalui keturenan yang menunjukkan tendesi untuk berkembang kearah pathologis (tipe kecenderungan yang luaar biasa abnormal)
- Melaui pewarisan dalam bentuk konstitusi yang lemah, yang akan berkembang kearah tingkahlaku sosiopatik.
Bentuk tingkahlaku yang menyimpang secara sosial yang disebabkan oleh
ketiga hal tersebut diatas dan ditolak oleh umum seperti:
homoseksualitas, alkoholistik, gangguan mental, dll.
2) Approach Psychologist dan Psychiatris
a) Pendekatan Psikologis
Menerangkan tingkahlaku sosiopatik berdasarkan teori intelegensi,
sehingga individu melanggar norma-norma sosial yang ada antara lain
karena faktor-faktor: intelegensi, sifat-sifat kepribadian, proses
berfikir, motivasi, sifat hidup yang keliru, internalisasi yang salah.
b) Pendekatan Psychiatris
Berdasarkan teori konflik emosional dan kecenderungan psikopatologi yang ada di balik tingkahlaku menyimpang
c) Approach Sosiologis
Penyebab tingkahlaku sosiopatik adalah murni sosiologis yaitu
tingkahlaku yang berbeda dan menyimpang dari kebiasaan suatu norma umum
yang pada suatu tempat dan waktu tertentu sangat ditentang atau
menimbulkan akibat reaksi sosial “tidak setuju”. Reaksi dari masyarakat
antara lain berupa, hukuman, segregrasi (pengucilan / pengasingan),
pengucilan, Contoh: mafia (komunitas mafia dengan perilaku pengedar
narkoba)
Menurut St. Yembiarto (1981) bahwa studi patologi social memilki fase-fase tersendiri[5]. Adapun perkembangan patologi sosial ada melalui tiga fase,
- Fase masalah sosial (social problem)
Pada fase ini menjadi penyelidikan patisos action masalah-masalah
sosial seperti pengangguran, pelacuran, kejahatan, masalah penduduk, dst
- Fase disorganisasi sosial
Pada fase ini menjadi objek penyelidikan peksos adalah disorganisasi
sosial, fase ini merupakan koreksi dan perkembangan dan fase masalah
sosial
- Fase sistematik
Fase ini merupakan perkembangan dari dua fase sebelumnya. Pada fase
ini patsos berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang memiliki sistem yang
bulat.
Penutup
Sejarah mencatat tentang masyarakat modern yang serba kompleks,
sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan
urbanisasi, dll. Hal ini disamping mampu memberikan berbagai
alternative kemudahan bagi kehidupan manusia juga dapat menimbulkan
Kesulitan mengadakan adaptasi dan adjustment menyebabkan
kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik. Baik yang bersifat internal
dalam batinnya sendiri maupun bersifat terbuka atau eksternalnya
sehingga manusia cenderung banyak melakukan pola tingkah laku yang
menyimpang dari pola yang umum dan banyak melakukan sesuatu apapun demi
kepentingannya sendiri bahkan masyarakat cenderung merugikan orang lain.
Hal ini sebagai pertautan tali yang melahiorkan apa yang dinamakan
dengan patologi social. Patologi social adalah ilmu tentang
gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit” yang disebabkan oleh
faktor-faktor social. Jadi ilmu tentang “penyakit masyarakat”. Maka
penyakit masyarakat itu adalah segenap tingkah laku manusia yang
dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum dan adat istiadat,
atau tidak integrasinya dengan tingkah laku umum.
[1] http://psynetpreneur.blogspot.com/2008/08/patologi-sosial.html
[2] Kartini Kartono, Patologi social, PT. RajaGrafindo Persada:Jakarta, 2005. hal.V
[3] Lihat hal.2, Kartini Kartono, Patologi social
[4] Kartini Kartono, Patologi social, PT. RajaGrafindo Persada:Jakarta, 2005. hal.4
http://taufiqjournal.wordpress.com/artikel/sejarah-patologi-sosial/
0Awesome Comments!