ERVING GOFFMAN PERSPEKTIF TEORITIS


“ERVING GOFFMAN”
BAB I PENDAHULUAN
Interaksionisme simbolik  sesungguhnya merupakan bagian dari psikologi sosial yang membahas  interaksi antar-individu dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Konsep interaksionisme simbolik dari Erving Goffman juga membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan interaksi antara individu-individu dan juga melibatkan simbol-simbol dan penafsiran-penafsiran dimana peranan antara the self dan the other mendapat perhatian yang sama dalam koteks interaksi. Interaksionisme simbolik  Erving Goffman memang selalu mengacu kepada konsep-konsep impression management, role distance, dan secondary adjustment  dimana ketiganya bertumpu pada konsep dan peranan the self dan the other tadi. Selain itu, Goffman juga menyoroti masalah  face-to-face interaction, yaitu interaksi atau hubungan tatap muka yang menjadi dasar pendekatan mikrososiologi dalam analisis sosiologisnya.
Inti dari ajaran Goffman adalah Dramaturgy.  Dramaturgy adalah situasi dramatik yang seolah-olah terjadi diatas panggung sebagai ilustrasi untuk menggambarkan individu-individu dan interaksi yang dilakukan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Goffman menggambarkan peran dari para individu-individu yang berinteraksi dan hubungannya dengan realitas sosial yang ada dan sedang  dihadapinya melalui panggung sandiwara serta menggunakan jalan cerita yang telah ditentukan sebelumnya.  Seperti layaknya sebuah panggung pementasan  ada bagian yang disebut frontstage (panggung bagian depan) dan backstage (panggung bagian belakang) di mana keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Betapa penting peranan dan fungsi backstage terhadap keberhasilan penampilan di frontstage, kajian-kajian terhadap hal-hal yang berada di luar perhitungan benar-benar bertumpu pada sumber daya-sumber daya yang ada pada kedua bagian tersebut.
Interaction Order adalah artikel 'penutup' dari seluruh karya-karya Erving Goffman sebelum ia wafat tahun 1982. Dalam tulisannya ini, Erving Goffman secara konsisten tetap menyoroti masalah interaksi tatap muka yang ordonya dimulai dari skala yang terkecil atau terendah menuju skala terbesar atau tertinggi, yaitu yang terdiri dari persons, contact, encounters, platform performances, dan celebrations. Meskipun hampir sebagian besar analisis Erving Goffman tidak menyertakan konsep penting interaksionisme simbolik, yaitu self interaction, namun bagi Erving Goffman, seorang aktor yang berada 'diatas panggung' itu harus mampu menafsirkan, memetakan, mengevaluasi, dan mengambil tindakan sehingga atas dasar kemampuannya itu manusia dikategorikan sebagai makhluk yang aktif. Bagi Erving Goffman, sebagai makhluk yang aktif, manusia itu justru harus mampu untuk memanipulasi situasi yang di hadapinya. Hal inilah yang mendasari pandang Erving Goffman bahwa seorang sosiolog harus mampu melakukan analisis secara mandiri atas kondisi-kondisi sosial yang dihadapinya di dalam masyarakay itu sendiri. Kalau kita perhatikan diri kita itu dihadapkan pada tuntutan untuk tidak ragu-ragu melakukan apa yang diharapakan diri kita. Untuk memelihara citra diri yang stabil, orang melakukan “pertunjukan” (performance) di hadapan khalayak. Sebagai hasil dari minatnya pada “pertunjukan” itu, Goffman memusatkan perhatian pada dramaturgi atau pandangan atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung.
Fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, bukan apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan bagaimana mereka melakukannya. Berdasarkan pandangan Kenneth Burke bahwa pemahaman yang layak atas perilaku manusia harus bersandar pada tindakan, dramaturgi menekankan dimensi ekspresif/impresif aktivitas manusia. Burke melihat tindakan sebagai konsep dasar dalam dramatisme. Burke memberikan pengertian yang berbeda antara aksi dan gerakan. Aksi terdiri dari tingkah laku yang disengaja dan mempunyai maksud, gerakan adalah perilaku yang mengandung makna dan tidak bertujuan. Masih menurut Burke bahwa seseorang dapat melambangkan simbol-simbol. Seseorang dapat berbicara tentang ucapan-ucapan atau menulis tentang kat-kata, maka bahasa berfungsi sebagai kendaraan untuk aksi. Karena adanya kebutuhan sosial masyarakat untuk bekerja sama dalam aksi-aksi mereka, bahasapun membentuk perilaku.
Dramaturgi menekankan dimensi ekspresif/impresif aktivitas manusia, yakni bahwa makna kegiatan manusia terdapat dalam cara mereka mengekspresikan diri dalam interaksi dengan orang lain yang juga ekspresif. Oleh karena perilaku manusia bersifat ekspresif inilah maka perilaku manusia bersifat dramatik. Pendekatan dramaturgis Goffman berintikan pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamannya, ia ingin mengelola pesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Untuk itu, setiap orang melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kaum dramaturgis memandang manusia sebagai aktor-aktor di atas panggung metaforis yang sedang memainkan peran-peran mereka. Burce Gronbeck memberikan sketsa tentang ide dasar dramatisme seperti pada gambar berikut (Littlejohn, 1996:166):
Pengembangan diri sebagai konsep oleh Goffman tidak terlepas dari pengaruh gagasan Cooley tentang the looking glass self. Gagasan diri ala Cooley ini terdiri dari tiga komponen. Pertama, kita mengembangkan bagaimana kita tampil bagi orang lain; kedua, kita membayangkan bagimana peniliaian mereka atas penampilan kita; ketiga, kita mengembangkan sejenis perasaan-diri, seperti kebanggaan atau malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut. Lewat imajinasi, kita mempersepsi dalam pikiran orang lain suatu gambaran tentang penampilan kita, perilaku, tujuan, perbuatan, karakter teman-teman kita dan sebagainya, dan dengan berbagai cara kita terpangaruh olehnya.
Konsep yang digunakan Goffman berasal dari gagasan-gagasan Burke, dengan demikian pendekatan dramaturgis sebagai salah satu varian interaksionisme simbolik yang sering menggunakan konsep “peran sosial” dalam menganalisis interaksi sosial, yang dipinjam dari khasanah teater. Peran adalah ekspektasi yang didefinisikan secara sosial yang dimainkan seseorang suatu situasi untuk memberikan citra tertentu kepada khalayak yang hadir. Bagaimana sang aktor berperilaku bergantung kepada peran sosialnya dalam situasi tertentu. Focus dramaturgis bukan konsep-diri yang dibawa sang aktor dari situasi kesituasi lainnya atau keseluruhan jumlah pengalaman individu, melainkan diri yang tersituasikan secara sosial yang berkembang dan mengatur interaksi-interaksi spesifik. Menurut Goffman diri adalah “suatu hasil kerjasama” (collaborative manufacture) yang harus diproduksi baru dalam setiap peristiwa interaksi sosial. Kehidupan manusia tampaknya akan berjalan “normal” bila kita mengikuti ritual-ritula kecil dalam interaksi ini, meskipun kita tidak selamanya menjalankannya. Etiket adalah kata lain untuk ritual itu, yakni seperangkat penghargaan yang sama yang melandasi apa yang pantas dan tidak pantas kita lakukan dalam suatu situasi. Goffman menegaskan bahwa masyarakat memang memobilisasikan anggota-anggotanya untuk menjadi para peserta yang mengatur diri-sendiri, yang mengajari kita apa yang harus dan tidak boleh kita lakukan dalam rangka kerjasama untuk mengkonstruksikan diri yang diterima secara sosial, salah satunya adalah lewat ritual, Menurut Goffman keterikatan emosional pada diri yang kita proyeksikan dan wajah kita merupakan mekanisme paling mendasari kontrol sosial yang saling mendorong kita mengatur perilaku kita sendiri. Wajah adalah suatu citra-diri yang diterima secara sosial. Menampilkan wajah yang layak adalah bagian dari tatakrama situasional, yaitu aturan-aturan mengenai kehadiran diri yang harus dikomunikasikan kepada orang lain yang juga hadir.

BAB II
PEMBAHASAN

    A.   Latar Belakang Teori Dramaturgi Erving Goffman
Dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Erving Goffman menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back). Front mencakup, setting, personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri). Sedangkan bagian belakang adalah the self, yaitu semua kegiatan yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan acting atau penampilan diri yang ada pada Front. Berbicara mengenai Dramaturgi Erving Goffman, maka kita tidak boleh luput untuk melihat George Herbert Mead dengan konsep The Self, yang sangat mempengaruhi teori Goffman.
Erving Goffman lahir di Mannville, Alberta, Canada, 11 Juni 1922. Meraih gelar Bachelor of Arts (B.A) tahun 1945, gelar Master of Arts tahun 1949 dan gelar Philosophy Doctor (Ph.D) tahun 1953. Tahun 1958 meraih gelar Guru Besar, tahun 1970 diangkat menjadi anggota Committee for Study of Incarceration. Dan tepat di tahun 1977 ia memperoleh penghargaan Guggenheim. Meninggal pada tahun 1982, setelah sempat menjabat sebagai Presiden dari American Sociological Association dari tahun 1981-1982. (Ritzer, 2004: 296)
Sebagaimana telah disebutkan bahwa, karya-karya Erving Goffman sangat dipengaruhi oleh George Herbert Mead yang memfokuskan pandangannya pada The Self. Misalnya, The Presentation of self in everyday life (1955), merupakan pandangan Goffman yang menjelaskan mengenai proses dan makna dari apa yang disebut sebagai interaksi (antar manusia). Dengan mengambil konsep mengenai kesadaran diri dan The Self Mead, Goffman kembali memunculkan teori peran sebagai dasar teori Dramaturgi. Erving Goffman mengambil pengandaian kehidupan individu sebagai panggung sandiwara, lengkap dengan setting panggung dan akting yang dilakukan oleh individu sebagai aktor “kehidupan.”
Lalu, bagaimanakah sebenarnya dengan “The Self” Mead tersebut?
“Bagi Mead, The Self lebih dari sebuah internalisasi struktur sosial dan budaya. The Self juga merupakan proses sosial, sebuah proses dimana para pelakunya memperlihatkan pada dirinya sendiri hal-hal yang dihadapinya, didalam situasi dimana ia bertindak dan merencanakan tindakannya itu melalui penafsirannya atas hal-hal tersebut. Dalam hal ini, aktor atau pelaku yang melakukan interaksi sosial dengan dirinya sendiri, menurut Mead dilakukan dengan cara mengambil peran orang lain, dan bertindak berdasarkan peran tersebut, lalu memberikan respon atas tindakan-tindakan itu. Konsep interaksi pribadi (self interaction) dimana para pelaku menunjuk diri mereka sendiri berdasarkan pada skema Mead mengenai psikologi sosial. The Self disini bersifat aktif dan kreatif serta tidak ada satupun variable-variabel sosial, budaya, maupun psikologis yang dapat memutuskan tindakan-tindakan The Self.” (Wagiyo, 2004: 107)
Dari deskripsi di atas, Mead menegaskan bahwa The Self merupakan mahluk hidup yang dapat melakukan tindakan, dan bukan sesuatu yang pasif yang semata-mata hanya menerima dan merespon suatu stimulus belaka. Secara hakiki, pandangan Mead merupakan isu sentral bagi interaksionisme simbolik.  Dramaturgi itu sendiri merupakan sumbangan Erving Goffman bagi perluasan teori interaksi simbolik. Mead menyatakan bahwa konsep diri pada dasarnya terdiri dari jawaban individu atas pertanyaan mengenai “siapa aku” untuk kemudian dikumpulkan dalam bentuk kesadaran diri individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung. Pendapat Mead tentang pikiran adalah bahwa pikiran mempunyai corak sosial, percakapan dalam batin adalah percakapan antara “aku” dengan “yang lain” pada titik ini, konsepsi tentang “aku” itu sendiri merupakan konsepsi orang lain terhadap individu tersebut. Atau dengan kalimat singkat, individu mengambil pandangan orang lain mengenai dirinya seolah-olah pandangan tersebut adalah “dirinya” yang berasal dari “aku.”
Pada pandangan Erving Goffman, kesadaran diri adalah hasil adopsi dari ajaran-ajaran Durkheim. Dan bagi Goffman, struktur sosial merupakan countless minor synthesis (sintesis-sintesis kecil yang tak terbilang), dimana manusia –ini menurut Simmel- merupakan atom-atom atau partikel-partikel yang sangat kecil dari sebuah masyarakat yang besar. Dan ide serta konsep Dramaturgi Goffman itu sendiri, menolong kita untuk mengkaji hal hal yang berada di luar perhitungan kita (hal-hal kecil yang tak terbilang tersebut), manakala kita menggunakan semua sumber daya yang ada di bagian depan dan bagian belakang (front and back region) dalam rangka menarik perhatian orang-orang yang disekeliling kita. Bentuk-bentuk interaksi, komunikasi tatap muka, dan pengembangan konsep-konsep sosiologi, merupakan sumbangan Goffman bagi interaksionis simbolik bahkan Goffman juga mempengaruhi tokoh-tokoh di luar interaksionis simbolik. Walaupun pada karya terakhirnya, Goffman terfokus pada gerakan-gerakan yang mengarah pada bentuk-bentuk strukturalisme masyarakat.
B. THE PRESENTATION OF SELF IN EVERYDAY LIFE
Goffman bukan memusatkan perhatiannya pada struktur social. Dia lebih tertarik pada interaksi tatap muka atau kehadiran bersama. Interaksi tatap muka dibatasainya sebagai individu-individu yang saling mempengaruhi tindakan-tindakan mereka satu sama lain ketika masih berhadapan secara fisik. Biasanya terdapat suatu arena kegiatan yang terdiri dari serangkaian tindakan individu itu. Dalam situasi social, seluruh kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai penampilan(performance), sedang orang lain yang terlibat didalam situasi itu disebut pengamat atau partisipan lainnya.
Didalam membahas petunjukan, goffman menyaksikan bahwa individu dapat menyaksikan suatu pertunjukan(show) bagi orang lain, tetapi kesan(impression)  si pelaku pertunjukan itu berbeda-beda. Seorang bisa merasa yakin akan tindakan yang di perhatikannya, atau pula bisa bersikap sinis terhadap pertunjukan itu. Didalam proses interaksi, seorang pelaku dilihat bersama tindakannya, dan penonton melihat dan menerima pertunjukan itu.
Menurut Goffman, dua bidang penampilan perlu dibedakan. Panggung depan (front region) adalah bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi didalam mode yang umum dan tetap untuk mendefenisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan tersebut. Di dalamnya termasuk setting dan personal front yang selanjutnya dapat di bagi menjadi penampilan (apperaence) dan gaya (manner)Dramaturgy memperlakukan self sebagai produk yang ditentukan oleh situasi social. Ini sama dengan karakter di panggung yang merupakan produk dari naskah yang sebelumnya sudah dibuat untuk memerinci berbagai langkah serta kegiatannya. Karakter tersebut terdapat didalam system panggung teater yang tertutup, tanpa mempertimbangkan dunia yang lebih besar di luar teater itu. Selama pertunjukan berlangsung tugas utama actor adalah mengendalikan kesan yang di sajikannya selama pertunjukan. Goffman menyatakan bahwa perbedaan pendapat di antara para anggota tim tidak hanya melumpuhkan kesatuan bertindak, akan tetapi juga membuat kikuk realitas yang mereka sponsori. Selama kegiatan rutin anggota tim harus dapat dipercaya dan oleh karena itu mereka harus dipilih dengan hati-hati. Seorang pelaku harus berhasil memainkan satu karakter. Bila terjadi krisis atau situasi gawat, demi menyelamatkan pertunjukan dia harus memiliki atribut-atribut tertentu. Goffman mengidentifikasi tiga kategori atribut dan praktek yang dipakai untuk melindungi si pelaku dari berbagai kesulitan
1.    Langkah bertahan yang diambil oleh si pelaku untuk menjamin kelangsungan pertunjukannya
2.    Langkah pencegahan yang di ambil oleh penonton dan pihak lain untuk membantu si pelaku menjamin kelangsungan pertunjukannya
3.    Langkah yang ahrus diambil si pelaku untuk memungkinkan para penonton dan pihak lain untuk mengambil langkah-langkah pencegahan demi kepentingan si pelaku sendiri.

          Di dalam langkah-langkah bertahan adalah kesetiaan dramaturgis semacam kewajiban moral untuk mendiamkan pelaksanaan mereka, disiplin dramaturgis ( termasuk tetap berpegang pada bagiannya dan tidak terpengaruh oleh pertunjukannya sendiri ), dan kewaspadaan dramaturgis ( penggunaan metode yang tepat untuk menyajikan pertunjukan itu telah di tentukan sebelumnya ). Menurut Goffman , kesetiaan, disiplin dan kewaspadaan adalah merupakan tiga atribut esensial bagi keberhasilan tim melaksanakan pertunjukannya.

C. ASYLUMS : DRAMATURGI EMPIRIS ANALISA INSTITUSI TOTAL
     Buku kedua Goffman, Asylums (1961a) merupakan buku yang memiliki sifat metedologis dan teoritis. Data yang di pergunakannya merupakan hasil pengamatan di rumah sakit jiwa selama lebih dari emapt tahun, setahun di antaranya merupakan pengamatan yang rekonstrasi lewat pengamatan lapangan rumah sakit. St Elizabeth Washington. Goffman ingin mempelajari dunai social para penghuni rumah sakit dan berhasil dengan sangat cemerlang mengorganisir “insight” dan pengamatannya kedalam suatu perspektif teoritis.
        Dramaturgi Goffman berkenan dengan interaksi yang seolah-olah merupakan produk suatu sitem tertutup yang di sebutnya institusi total. Institusi total adalah tempat tinggal dan kerja dimana sejumlah besar individu, yang untuk waktu  cukup waktu lama terlepas dari masyarakat luas, bersama-sama terlibat dan berperan dimana kehidupan di atur secara formal. Lima kategori institusi total, yaitu :
1.    Institusi yang dibangun untuk merawat orang yang dianggap tidak mampu dan tidak berbahaya, misalnya tunawisma, dll
2.    Tempat yang dibangun untuk orang yang dianggap tidak mampu merawat dirinya sendiri dan berbahaya bagi masyarakat meskipun mereka tidak bermaksud demikian, misalnya rumah sakit jiwa
3.    Institusi total yang ketiga diorganisir untuk melindungi masyarakat dari apa yang dirasakan sebagai bahaya yang mengancam dimana kesejahteraan mereka yang diasingkan tetapi tidak dianggap sebagai suatu masalah seperti kamp tawanan perang atau penjara
4.    Institusi yang dasarnya dibangun untuk menunaikan beberapa tugas yang mirip dengan kerja dan yang mengesahkan diri mereka diatas dasar instrumental seperti barak tentara, asrama sekolah, dll
5.    Lembaga kemasyarakatan yang dirancang sebagai tempat mengasingkan diri dan kadang-kadang sering berfungsi sebagai tempat latihan keagamaan seperti biara, pendopo dan tempat penyepian lainnya.

D. ILUSTRASI LEBIH LANJUT TENTANG MANAJEMEN KESAN
Dalam buku Ecounters: Two studies of interaction Goffman melanjutkan minatnya dalam menjelaskan interaksi tatap muka. Ecounters merupakan studi pengendalian kesan dalam kelompok-kelompok  yang tidak berusia panjang.goffman memusatkan perhatian pada interaksi tatap muka ketika secara efektif oran setuju memelihara satu-satunya focus perhatian yang bersifat kognitif dab visual. Goffman masih menggunakan kerangka dramaturgisnya dengan individu yang mahir memainkan peran yang sebagian ditentukan oleh dan merupakan reaksi terhadap hambatan structural.
Kesenjangan social adalah pemisahan yang jelas antara individu dengan perananya. Keterikatan peranan adalah keterikatan yang nyata kepada peranan. Kesenjangan peranan dan keterikatan peranan berhubungan dengan status, termasuk usia, jenis kelamin, pendidikan dan variable yang berhubungan lainnya.
Minat Goffman dalam kelompok-kelompok social yang tidak abadi di lanjutkan dalam bukunya: Behavior in Public Places; Notes on the Social Organization of Gatherins (1963a). Disini Goffman mengamati hubungan tatap muka yang terjadi dijalan, taman, teater, took dan berbagai tempat pertemuan lainnya, mengenai diri seorang pelaku melalui penggambaran penyajian diri dalam situasi non kelembagaan. Disini orang berhati-hati dalam mengendalikan kesan yang diberikan kepada orang lain yang terlibat dalam situasi singkat tersebut.
Dalam bukunya Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity(1963b) Goffman menberikan beberapa penyajian diri yang problematis. Aib(stigma) menunjuk pada orang-orang yamg memiliki cacat sehingga tidak memperoleh penerimaan social yang sepenuhnya, seperti kelompok minoritas atau orang buta. Menurut Goffman mereka merupakan orang yang direndahkan atau dapat direndahkan. Yang direndahkan adalah orang yang aibnya terlihat denagn mudah seperti kelompok minoritas sedangkan yang dapat direndahkan adalah mereka yang kekurangannya untuk mengikuti standar penerimaan social tidak langsung terlihat seperti seorang salesman yang berpakaian rapi tidak Nampak bahwa ia adsalah seorang mantan napi.

E. FRAME ANALISIS: SUATU ESAI TENTANG ORGANISASI PENGALAMAN
Frame analisis pada dasarnya merupakan study realitas subjektif. Frame dibatasi sebagai defenisi situasi yang dibentuk sesuai denagn prinsif organisasi yang mengatur peristiwa dan keterlibatan subjektif. Frame mengorganisir pengalaman individual dan mengandung berbagai tingkat realitas. Walaupun tekananya bersifat subjektif, tetapi mereka tidak semata-mata sebagai masalah gagasan saja. Berbagai aturan dan norma mengendalikan kegiatan kita dan untuk situasi tertentu kita belajar menggunakan frame yang tepat. Dalam setiap kegiatan tertentu kita menggunakan frame untuk menangkap apa yang terjadi. Kita perlu membaca setiap sitauasi memahaminya dan itu kita lakukan dengan menggunakan norma-norma atau aturan-aturan yang telah ada. Dalam karyanya kita kembali dapat menemukan tema pengendalian kesan. Seorang akan menunjukkan kedirian sesuai dengan situasi saat itu juga. Self terungkap dalam perilaku yang sesuai dengan aturan-aturan atau norma-norma yang disediakan oleh frame.
BAB III
PENUTUP
Erving Goffman dalam bukunya yang berjudul “The Presentational of Self in Everyday Life” memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Banyak ahli mengatakan bahwa dramaturginya Goffman ini ini berada di antara tradisi interaksi simbolik dan fenomenologi (Sukidin, 2002: 103).
Maka sebelum menguraikan teori dramaturgis, perlu kita uraikan terlebih dahulu sekilas tentang inti teori interaksi simbolik. Hal ini didasari bahwa perspektif interaksi simbolik banyak mengilhami teori dramaturgis, di samping persektif-perspektif yang lain. Interaksi simbolik sering dikelompokan ke dalam dua aliran (school). Pertama, aliran Chicago School yang dimonitori oleh Herbert Blumer, melanjutkan tradisi humanistis yang dimulai oleh George Herbert Mead. Blumer menekankan bahwa studi terhadap manusia tidak bisa dilakukan dengan cara yang sama seperti studi terhadap benda. Blumer dan pengikut-pengikutnya menghindari pendekatan-pendekatan kuatitatif dan ilmiah dalam mempelajari tingkah laku manusia. Lebih jauh lagi tradisi Chicago menganggap orang itu kreatif, inovatif, dan bebas untuk mendefinisikan segala situasi dengan berbagai cara dengan tidak terduga. Kedua Iowa School menggunakan pendekatan yang lebih ilmiah dalam mempelajari interaksi. Manford Kuhn dan Carl Couch percaya bahwa konsep-konsep interaksionis dapat dioperasikan. Tetapi, walaupun Kuhn mengakui adanya proses dalam alam tingkah laku, ia menyatakan bahwa pendekatan struktural objektif lebih efektif daripada metode “lemah” yang digunakan oleh Blumer.
Interaksionisme simbolik mengandung inti dasar pemikiran umum tentang komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer memisahkan tujuh hal mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari interaksionisme simbolik, yaitu:
1.    Orang-orang dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman. Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam siombol-simbol.
2.    Berbagai arti dipelajari melalui interaksi di antara orang-orang. Arti muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok-kelompok sosial.
3.    Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di antara orang-orang.
4.    Tingkah laku seseorang tidaklah mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian pada masa lampa saja, tetapi juga dilakukan secara sengaja.
5.    Pikiran terdiri dari percakapan internal, yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain.
6.    Tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses interaksi.
7.    Kita tidak dapat memahami pengalaman seorang individu dengan mengamati tingkah lakunya belaka. Pengalaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui pula secara pasti.

 DAFTAR PUSTAKA
Poloma,Margaret. 2010” SOSIOLOGI KONTEMPORER”: Raja grafindo. Jakarta
 
DRAMATURGI (Erving Goffman)
Erving Goffman, lahir di Alberta, Canada pada 11 Juni 1922. Mendapat gelar S1 dari Univ.Toronto menerima gelar doctor dari Univ. Chicago. Beliau wafat pada tahun 1982 ketika sedangmengalami kejayaan sebagai tokoh sosiologi dan pernah menjadi professor dijurusan sosiologiUniv. Calivornia Barkeley serta ketua liga Ivy Univ. Pennsylvania. Erving Goffman, dianggapsebagai pemikir utama terakhir Chicago asli (Travers, 1922: Tselon, 1992); Fine dan Manning(2000) memandangnya sebagai sosiolog Amerika paling berpengaruh di abad 20. Antara 1950-andan 1970-an Goofman menerbitkan sederetan buku dan esai yang melahirkan analisis dragmatissebagai cabang interaksionisme simbolik. Walau Goffman mengalihkan perhatiannya di tahun-tahun berikutnya, ia tetap paling terkenal karena
teoridramtugisnya.
 Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis berupa buku
 Presentation of Self in Everyday Life,
diterbitkan tahun 1959. Secara ringkas dramaturgis merupakan pandangantentang kehidupan sosial sebagai serentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas. IstilahDramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggungdimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapatmemperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita daridrama yang disajikan.Dalam Dramaturgi terdiri dari
 Front stage
(panggung depan) dan
 Back Stage
(panggung belakang).
 Front 

Stage
yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan.
 Front stage
dibagi menjadi 2 bagian, S
etting 
yaitu pemandangan fisik yang harusada jika sang actor memainkan perannya. Dan
 Front Personal 
yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang actor.
 Front personal 
masih terbagi menjadidua bagian, yaitu P
enampilan
yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan statussocial actor. Dan
Gaya
yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan actor dalamsituasi tertentu.
 Back stage
(panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan scenario pertunjukan oleh ³tim´ (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing actor)Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yangmenampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkankarakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacukepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik 
 
untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri ± Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuaisudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakansebagai bentuk lain dari komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapaitujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimanamemaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yang diperhitungkan adalahkonsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusiadalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut.Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada ³kesepakatan´ perilaku yangdisetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut.Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatantersebut.Dalam teori Dramatugis menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil danmerupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri.Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilahdramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksisosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui ³pertunjukandramanya sendiri´. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusiaakan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata(dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakandiatas disebut dalam istilah ³impression management´. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (³front stage´) dan di belakang panggung (³back stage´) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton
 
(yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusahauntuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita.Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat dramayang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada impression management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimanayang harus kita bawakan. Contohnya, seorang teller senantiasa berpakaian rapi menyambutnasabah dengan ramah, santun, bersikap formil dan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahatsiang, sang teller bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau dengan bahasa gaul dengantemannya atau bersikap tidak formil lainnya (ngerumpi, dsb). Saat teller menyambut nasabah,merupakan saat front stage baginya (saat pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambutnasabah dan memberikan pelayanan kepada nasabah tersebut. Oleh karenanya, perilaku sangteller juga adalah perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak manajemen. Saatistirahat makan siang, teller bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya, skenario yang disiapkan oleh manajemen adalah bagaimanasang teller tersebut dapat refresh untuk menjalankan perannya di babak selanjutnya.Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannyadulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama dengan apa yang duniateater katakan sebagai ³breaking character´. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peranyang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudianmemberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakangsosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasidengan berbagai suasana dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitasheterogen perkotaan, menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampilsebagai komunitas yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga denganmasyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya,yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya. Apa yangdilakukan masyarakat melalui konsep permainan peran adalah realitas yang terjadi secaraalamiah dan berkembang sesuai perubahan yang berlangsung dalam diri mereka. Permainan
 
 peran ini akan berubah-rubah sesuai kondisi dan waktu berlangsungnya. Banyak pula faktor yang berpengaruh dalam permainan peran ini, terutama aspek sosial psikologis yang melingkupinya.Dramarturgi hanya dapat berlaku di institusi total,Institusi total maksudnya adalahinstitusi yang memiliki karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhankehidupan dari individual yang terkait dengan institusi tersebut, dimana individu ini berlakusebagai sub-ordinat yang mana sangat tergantung kepada organisasi dan orang yang berwenangatasnya. Ciri-ciri institusi total antara lain dikendalikan oleh kekuasan (hegemoni) dan memilikihierarki yang jelas. Contohnya, sekolah asrama yang masih menganut paham pengajaran kuno(disiplin tinggi), kamp konsentrasi (barak militer), institusi pendidikan, penjara, pusat rehabilitasi(termasuk didalamnya rumah sakit jiwa, biara, institusi pemerintah, dan lainnya. Dramaturgidianggap dapat berperan baik pada instansi-instansi yang menuntut pengabdian tinggi dan tidak menghendaki adanya ³pemberontakan´. Karena di dalam institusi-institusi ini peran-peran sosialakan lebih mudah untuk diidentifikasi. Orang akan lebih memahami skenario semacam apa yangingin dimainkan. Bahkan beberapa ahli percaya bahwa teori ini harus dibuktikan dahulu sebelumdiaplikasikan.Teori ini juga dianggap tidak mendukung pemahaman bahwa dalam tujuan sosiologi adasatu kata yang seharusnya diperhitungkan, yakni kekuatan ³kemasyarakatan´. Bahwa tuntutan peran individual menimbulkan clash bila berhadapan dengan peran kemasyarakatan. Ini yangsebaiknya dapat disinkronkan.Dramaturgi dianggap terlalu condong kepada positifisme. Penganut paham inimenyatakan adanya kesamaan antara ilmu sosial dan ilmu alam, yakni aturan. Aturan adalah pakem yang mengatur dunia sehingga tindakan nyeleneh atau tidak dapat dijelaskan secara logismerupakan hal yang tidak patut.
 
DRAMATURGI
Dipresentasikan oleh Rizki Atina
SEJARAH

1945:
Tahun dimana,
Kenneth Duva Burke(
May 5, 1897 ² November 19, 1993) seorangteoritis literatur Amerika dan filosof memperkenalkan konsep dramatisme sebagaimetode untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolikkata dan kehidupan sosial. Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logisuntuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yangmereka lakukan (Fox, 2002).Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai modeltindakan simbolik ketimbang model pengetahuan (Burke, 1978). Pandangan Burkeadalah bahwa
hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama
.
1959:

The Presentation of Self in Everyday Life
Tertarik dengan teori dramatisme Burke,
E
rving Goffman
(11 Juni 1922 ² 19 November 1982), seorang sosiolog interaksionis danpenulis, memperdalam kajian dramatisme tersebut dan menyempurnakannya dalambukunya yang kemudian terkenal sebagai salah satu sumbangan terbesar bagi teoriilmu sosial
The Presentation of Self in Everyday Life.
Dalam buku ini Goffman yangmendalami fenomena interaksi simbolik mengemukakan kajian mendalam mengenai konsepDramaturgi.
INI
BUK
A
N
D
RAMAT
U
R
G
I

AR
I
STOTELES

Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Meski benar, dramaturgi juga digunakan dalam istilah teater namun term dan karakteristiknya berbeda dengan dramaturgi yang akan kita pelajari. Dramaturgidari istilah teater dipopulerkan oleh Aristoteles. Sekitar tahun 350 SM, Aristoteles, seorangfilosof asal Yunani, menelurkan,
 Poetics
, hasil pemikirannya yang sampai sekarang masihdianggap sebagai buku acuan bagi dunia teater. Dalam
 Poetics
, Aristoteles menjabarkan penelitiannya tentang penampilan/drama-drama berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisahkomedi. Untuk menghasilkan
 Poetics
Aristoteles meneliti hampir seluruh karya penulis Yunani pada masanya. Kisah tragis merupakan obyek penelitian utamanya dan dalam
 Poetic
 jugaAristoteles menyanjung Kisah Oedipus Rex, sebagai kisah drama yang paling dapatdiperhitungkan. Meskipun Aristoteles mengatakan bahwa drama merupakan bagian dari puisi,namun Aristoteles bekerja secara utuh menganalisa drama secara keseluruhan. Bukan hanya darisegi naskahnya saja tapi juga menganalisa hubungan antara karakter dan akting, dialog, plot dancerita. Ia memberikan contoh-contoh plot yang baik dan meneliti reaksi drama terhadap penonton. Nilai-nilai yang dikemukakan oleh Aristoteles dalam maha karyanya ini kemudiandikenal dengan ³
aristotelian drama
´ atau drama ala aristoteles, dimana
deus ex machina
 [1] 
 adalah suatu kelemahan dan dimana sebuah akting harus tersusun secara efisien. Banyak konsep
 
kunci drama, seperti
anagnorisis
 [2] 
dan
katharsis
 [3] 
, dibahas dalam Poetica. Sampai sekarang³
aristotelian drama´
sangat terlihat aplikasinya pada tayangan-tayangan tv, buku-buku panduan perfilman dan bahkan kursus-kursus singkat perfilman (dramaturgi dasar) biasanya sangat bergantung kepada dasar pemikiran yang dikemukakan oleh Aristoteles.
D
RAMAT
U
R
G
I
:
B
E
N
T
UK
LA
IN
D
AR
I
K
OM
U
NI
K
AS
I

Bila Aristoteles mengungkapkan Dramaturgi dalam artian seni. Maka, Goffmanmendalami dramaturgi dari segi
sosiologi
. Seperti yang kita ketahui, Goffmanmemperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologimelalui bukunya,
The Presentation of Self In Everyday Life
. Buku tersebut menggali segalamacam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam
c
ara yang sama
dengan cara seorangaktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yangsama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yangditampilkan. Bila Aristoteles mengacu kepada teater maka Goffman mengacu padapertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesanyang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri ² Goffman iniadalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, makapenonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktortersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapaitujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain darikomunikasi. Kenapa komunikasi? Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untukmencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentangbagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhirkomunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yangdiperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehinggadapat memberikan
 feedback
sesuai yang kita mau. Perlu diingat, dramatugismempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukanuntuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwadalam interaksi antar manusia ada ´kesepakatanµ perilaku yang disetujui yang dapatmengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermainperan merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatantersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran dalam kehidupan manusiadapat dilihat pada masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah mekanismetersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosoktertentu. Hal ini setara dengan yang dikatakan oleh Yenrizal (IAIN Raden Fatah,Palembang), dalam makalahnya ´Transformasi Etos Kerja Masyarakat Muslim:Tinjauan Dramaturgis di Masyarakat Pedesaan Sumatera Selatanµ pada AnnualConference on Islamic Studies, Bandung, 26 ² 30 November 2006:
´Dengan konsepdramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dankondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat yang 
 
mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalamkomunitas heterogen perkotaan, menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampilsebagai komunitas yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya, yang terkadang  justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya.µ 

D
RAMAT
U
R
G
I
S

:
K
I
TA

SE
B
E
N
AR
NY
A

H
I
DUP D
I

ATAS
P
A
N
GGU
N
G

Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil danmerupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yangmandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi denganorang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater.Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dantujuan kepada orang lain melalui ´pertunjukan dramanya sendiriµ. Dalam mencapaitujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkanperilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukandrama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapanpertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan
setting
, kostum,penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuanuntuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalanmencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah ´
impressionmanagementµ.
Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saataktor berada di atas panggung (´
 front stage
µ) dan di belakang panggung (´
backstage
µ) drama kehidupan. Kondisi akting di
 front stage
adalah adanya penonton (yangmelihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusahauntuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dariperilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuanuntuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada
impressionmanagement
diatas). Sedangkan
back stage
adalah keadaan dimana kita berada dibelakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapatberperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kitabawakan. Contohnya, seorang
 front liner 
hotel senantiasa berpakaian rapi menyambuttamu hotel dengan ramah, santun, bersikap formil dan perkataan yang diatur. Tetapi,saat istirahat siang, sang
 front liner 
bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau denganbahasa
 gaul
dengan temannya atau bersikap tidak formil lainnya (merokok, dsb). Saat
 front liner 
menyambut tamu hotel, merupakan saat
 front stage
baginya (saatpertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut tamu hotel dan memberikankesan baik hotel kepada tamu tersebut. Oleh karenanya, perilaku sang
 front liner 
 jugaadalah perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak manajemen hotel. Saatistirahat makan siang,
 front liner 
bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak kedua dari pertunjukan tersebut. Karenanya, skenario yang disiapkan oleh manajemenhotel adalah bagaimana sang
 front liner 
tersebut dapat
refresh
untuk menjalankan