ESENSI
DASAR PARADIGMA PERILAKU SOSIAL
Tokoh pendekatan behaviorisme ini adalah B.F.
Skinner yang memegang peranan penting dalam pengembangan sosiologi
behavior. Skinner mengkritik obyek studi paradigma fakta sosial dan definisi
sosial bersifat mistis tidak konkrit relistis. Obyek studi sosiologi yang
konkrit realistis adalah perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan
perulangannya (behavior of man and contingencies of reinforcement).
Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiaannya
kepada hubungan antara individu dengan lingkungannya, dimana lingkungan itu
terdiri atas :
a) bermacam-macam obyek social dan
b) bermacam-macam obyek non sosial.
Prinsip yang
menguasai antar hubungan individu dengan obyek sosial adalah sama dengan prinsip yang menguasai hubungan
antara individu dengan obyek non sosial.
Pokok persoalan sosiologi menurut paradigma ini adalah tingkah laku
individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor-faktor lingkungan
yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor lingkungan
menimbulkan perubahan terhadap tingkahlaku.
Bagi paradigma perilaku sosial individu kurang sekali
memiliki kebebasan. Tanggapan yang diberikan ditentukan oleh sifat dasar stimulus
yang datang dari luar dirinya. Jadi tingkah laku manusia lebih bersifat
mekanik. Beda dengan paradigma definisi sosial yang menganggap aktor adalah
dinamis dan mempunyai kekuatan kreatif di dalam proses interaksinya. Ada dua
teori yang termasuk ke dalam paradigma Perilaku Sosial, yakni Teori Behavioral Sociology dan Teori
Exchange. Berkut dipaparkan kedua teori dalam paradigma perilaku sosial.
1. Teori Behavioral Sociology
Teori
ini memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku
yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor. Akibat
tingkah laku diperlakukan sebagai variabel independen. Ini berarti teori ini
berusaha menerangkan tingkah laku yang terjadi melalui akibat-akibat yang
meengikutinya. Konsep dasar teori ini yang menjadi pemahamannya adalah “reinforcement”
yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reward). Tak ada sesuatu yang
melekat dalam objek yang dapat menimbulkan ganjaran. Sesuatu ganjaran yang tak
membawa pengaruh terhadap aktor tidak
akan diulang. Contohnya tentang makanan sebagai ganjaran yang umum dalam
masyarakat. Tetapi bila sedang tidak lapar maka
makan tidak akan diulang. Bila si aktor telah kehabisan makanan, maka ia
akan lapar dan makanan akan berfungsi sebagai pemaksa.
2. Teori Exchange
Tokoh utama teori ini adalah George Homan, teori ini dibangun dengan maksud sebagai reaksi
terhadap paradigma fakta sosial, yang menyerang ide Durkheim secara langsung dari tiga jurusan,
yakni :
a) pandangan tentang emergence.
Selama berlangsung interaksi timbul fenomena baru
yang tidak perlu proposisi baru
pula untuk menerangkan sifat fenomena baru yang
timbul tersebut.
b) pandangan tentang psikologi.
Sosiologi dewasa ini sudah berdiri sendiri lepas dari
pengaruh psikologi.
c. Metode penjelasan Durkheim.
Fakta sosial tertentu selalu menjadi
penyebab
fakta sosial yang lain yang
perlu dijelaskan melalui pendekatan perilaku
(behavioral), yang bersifat psikologi.
Keseluruhan materi Teori Exchange secara garis
besarnya dapat dikembalikan pada 5 proposisi George Homan yaitu :
1. Jika tingkahlaku tingkahlaku atau
kejadian yang sudah lewat dalam konteks stimulus
dan situasi tertentu memperoleh
ganjaran, maka besar kemungkinan tingkahlaku atau
kejadian yang mempunyai hubungan
dan stimulus dan situasi yang sama akan terjadi
atau dilakukan.
2. Menyangkut frekuensi ganjaran yang diterima. Makin sering dalam
peristiwa tertentu
tingkahlaku seseorang memberikan
ganjaran terhadap tingkahlaku orang lain, makin
sering pula orang lain itu
mengulang tingkahlakunya itu.
3. Memberikan arti atau nilai pada tingkahlaku yang di arahkan oleh orang
lain terhadap
aktor. Makin bernilai bagi
seseorang sesuatu tingkahlaku orang lain yang ditujukan
kepadanya makin besar
kemungkinan atau makin sering ia akan
mengulangi
tingkahlakunya itu.
4. Makin sering orang menerima ganjaran atas tindakannya dari orang lain,
makin
berkurang nilai dari setiap
tindakan yang dilakukan berikutnya.
5. Makin dirugikan seseorang dalam
dalam hubungannya dengan orang lain, makin
besar kemungkinan orang tersebut
akan mengembangkan emosi.
Paradigma ini lebih banyak menggunakan metode
eksprimen dalam penelitiannya. Keutamaan metode eksprimen ini adalah memberikan
kemungkinan terhadap penelitian untuk mengontrol dengan ketat obyek dan kondisi
di sekitarnya. Metode ini memungkinkan pula untuk membuat penilaian dan
pengukuran dengan tingkat ketepatan yang tinggi terhadap efek dari
perubahan-perubahan tingkahlaku aktor yang ditimbulkan dengan sengaja di dalam
eksprimen. Walaupun eksprimen merupakan suatu metode penelitian langsung yang
agak baik terhadap tingkahlaku aktor, namun peneliti masih dituntut untuk
mengamati perilaku lanjut aktor yang sedang diteliti.
Referensi :
Ritzer,
George (2010). Sosiologi Ilmu Pengetahuan
Berparadigma Ganda. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada
0Awesome Comments!